Batik Banten
Batik yang diproduksi di Banten memiliki bermacam-macam corak dan memiliki ciri khas Banten. Dari sekian banyak corak, sementara yang diperkenalkan kepada masyarakat Banten ada 12 motif yang namanya diambil dari lokasi pemukiman kuno di Banten Lama. Misalnya ada yang disebut motif Pasulaman, Surosowan, Pamaranggen, Kapurban, Kawangsan dan Pajantren. Tetapi di antara nama-nama itu ada pula mengambil nama julukan raja dan pengeran, seperti Sabakingking dan Mandalika.
Tak jelas kenapa nama-nama itu diambil sebagai nama motif batik yang tengah gencar dipromosikan. Menurut pengusaha batik banten Sdr.Dicky, semuanya merupakan hasil temuan arkeolog yang melakukan penelitian di situs Banten Lama.Prof.Dr.H.Hasan Muarif Ambary dan Drs.Tb.Najib disebut-sebut sebagai peneliti yang berhasil menemukan motif batik tersebut.
Sayangnya ketika muncul pertanyaan, kapan dan dimana situs batik Banten itu ditemukan, Dicky tak dapat menjelaskan. Bahkan agak gugup ketika dikatakan di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama dan Museum Batik di Petamburan, Jakarta tak ditemukan yang namanya batik Banten.
Meski mendapat kritik, tetapi Dicky dkk terus melakukan promosi sambil menawarkan kepada sejumlah pengusaha hotel dan restoran yang hadir dalam rapat. Dari beberapa contoh batik yang dicetak di Pekalongan, dia memberikan harga promosi. Sehelai kain yang siap dijadikan kemeja batik harganya Rp 50.000,00 dan ongkos jahitnya Rp 25.000,00
Rupanya langkah yang bakal ditempuh Dicky dkk dirancang jauh ke depan. Dia ingin Pemda Banten dan seluruh kabupaten/kota mengakui hasil karyanya sebagai satu-satunya warisan budaya Banten. Lalu bagaimana tanggapan Drs.H.Sulaeman Affandi, Kepala Disbudpar Banten?
Menurut Sulaeman, kalau benar Banten memiliki batik harus ada legitimasi pengakuan seluruh masyarakat Banten melalui kajian ilmiah. Kedua, bila pengusaha ingin mempromosikan karya batiknya tidak dilarang dan sah-sah saja. Tetapi dengan catatan jangan mengklaim karyanya sebagai “batik Banten”.
Kemudian muncul pula kritik dosen STAIN, Drs.Ruby Ach.Baedhawy. Tampaknya sekarang sudah terjadi komersialisasi budaya. Menyebut-nyebut warisan budaya harus melalui kajian ilmiah. Masyarakat merasa tidak pernah diajak bicara soal batik di forum seminar atau lokakarya, katanya.
Lain lagi tanggapan Dr.Moh.Ali Fadillah, arkeolog yang bekerja di Kementrian Kebudayaan & Pariwisata. Orang Pandeglang ini mengatakan, sampai sekarang belum ditemukan situs yang menunjukan adanya peninggalan purbakala tentang batik Banten. Yang banyak ditemukan di situs Banten Lama adalah motif-motif gerabah lokal khas Banten yang unik. Itupun belum bisa diungkapkan arti dari semua motif yang ada pada benda-benda tersebut.
Drs.Alam Darussalam, Kepala Disbudpar Serang yang menampilkan pengusaha batik dari Pisang Mas malam itu mengakui batik yang diperkenalkan sekarang ini bukan merupakan penemuan baru. Tetapi melanjutkan usaha yang pernah dirintis seorang pengusaha yang bernama Lingga dan arkeolog Dr.H.Halwany Michrob. Dan mengakui pula motif-motif yang ada pada kain batik tersebut berasal dari ragam hias gerabah lokal buatan penduduk setempat.
Batik yang diproduksi di Banten memiliki bermacam-macam corak dan memiliki ciri khas Banten. Dari sekian banyak corak, sementara yang diperkenalkan kepada masyarakat Banten ada 12 motif yang namanya diambil dari lokasi pemukiman kuno di Banten Lama. Misalnya ada yang disebut motif Pasulaman, Surosowan, Pamaranggen, Kapurban, Kawangsan dan Pajantren. Tetapi di antara nama-nama itu ada pula mengambil nama julukan raja dan pengeran, seperti Sabakingking dan Mandalika.
Tak jelas kenapa nama-nama itu diambil sebagai nama motif batik yang tengah gencar dipromosikan. Menurut pengusaha batik banten Sdr.Dicky, semuanya merupakan hasil temuan arkeolog yang melakukan penelitian di situs Banten Lama.Prof.Dr.H.Hasan Muarif Ambary dan Drs.Tb.Najib disebut-sebut sebagai peneliti yang berhasil menemukan motif batik tersebut.
Sayangnya ketika muncul pertanyaan, kapan dan dimana situs batik Banten itu ditemukan, Dicky tak dapat menjelaskan. Bahkan agak gugup ketika dikatakan di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama dan Museum Batik di Petamburan, Jakarta tak ditemukan yang namanya batik Banten.
Meski mendapat kritik, tetapi Dicky dkk terus melakukan promosi sambil menawarkan kepada sejumlah pengusaha hotel dan restoran yang hadir dalam rapat. Dari beberapa contoh batik yang dicetak di Pekalongan, dia memberikan harga promosi. Sehelai kain yang siap dijadikan kemeja batik harganya Rp 50.000,00 dan ongkos jahitnya Rp 25.000,00
Rupanya langkah yang bakal ditempuh Dicky dkk dirancang jauh ke depan. Dia ingin Pemda Banten dan seluruh kabupaten/kota mengakui hasil karyanya sebagai satu-satunya warisan budaya Banten. Lalu bagaimana tanggapan Drs.H.Sulaeman Affandi, Kepala Disbudpar Banten?
Menurut Sulaeman, kalau benar Banten memiliki batik harus ada legitimasi pengakuan seluruh masyarakat Banten melalui kajian ilmiah. Kedua, bila pengusaha ingin mempromosikan karya batiknya tidak dilarang dan sah-sah saja. Tetapi dengan catatan jangan mengklaim karyanya sebagai “batik Banten”.
Kemudian muncul pula kritik dosen STAIN, Drs.Ruby Ach.Baedhawy. Tampaknya sekarang sudah terjadi komersialisasi budaya. Menyebut-nyebut warisan budaya harus melalui kajian ilmiah. Masyarakat merasa tidak pernah diajak bicara soal batik di forum seminar atau lokakarya, katanya.
Lain lagi tanggapan Dr.Moh.Ali Fadillah, arkeolog yang bekerja di Kementrian Kebudayaan & Pariwisata. Orang Pandeglang ini mengatakan, sampai sekarang belum ditemukan situs yang menunjukan adanya peninggalan purbakala tentang batik Banten. Yang banyak ditemukan di situs Banten Lama adalah motif-motif gerabah lokal khas Banten yang unik. Itupun belum bisa diungkapkan arti dari semua motif yang ada pada benda-benda tersebut.
Drs.Alam Darussalam, Kepala Disbudpar Serang yang menampilkan pengusaha batik dari Pisang Mas malam itu mengakui batik yang diperkenalkan sekarang ini bukan merupakan penemuan baru. Tetapi melanjutkan usaha yang pernah dirintis seorang pengusaha yang bernama Lingga dan arkeolog Dr.H.Halwany Michrob. Dan mengakui pula motif-motif yang ada pada kain batik tersebut berasal dari ragam hias gerabah lokal buatan penduduk setempat.
Comments
Post a Comment
Terimakasih Anda Sudah Mengunjungi Dan Semoga Blog Ini Bermanfaat