Skip to main content

Ujian Keteguhan Iman

Ada suasana yang terasa lain dirasakan oleh umat Islam setiap menjelang kehadiran bulan Ramadan. Ritual ibadah tahunan yang menjadi salah satu rukun dari lima rukun Islam selain sya­ha­dat, salat, zakat, dan iba­dah haji bagi yang mampu ini, seolah menjadi obat ke­jenuhan setelah setahun perjalanan manusia yang sibuk menjalani roda ke­hidupan dengan segala dinamika dan takdirnya masing-masing.
Ramadan datang, memberi ke­sem­patan dorongan hati ma­nusia pada kecenderungan untuk kembali merenungi diri menuju manusia sejati sebagai hamba Tuhan dengan kewajiban utama mengabdi kepada-Nya.
Simbol fisik dan harapan, ke­rin­duan ingin kembali ke tanah asal, kampung halaman baik jelang Ra­madan maupun saat Lebaran di sela-sela kesibukan, adalah gam­baran bahwa Ra­ma­dan hadir mengingatkan ma­nusia untuk kembali ke jati diri, dari tanah akan kembali ke tanah, meng­ingatkan manusia se­bagai hamba Tuhan dengan segala hak dan ke­wajiban dalam berperilaku hi­dup menjalani kehidupan dunia fana ini, menuju keabadian ridho Tu­han yang men­ciptakan.

Ke­hidupan Modern
Di era modern saat ini, perilaku he­donisme dan materialisme yang cenderung menuhankan se­gala ke­senangan dan ke­nik­matan du­niawi, hampir meng­ge­­lincirkan se­­bagian besar ma­nu­sia untuk ti­dak memberikan ruang sedikit pun bagi ke­per­cayaan (keimanan) kepada Allah Zat yang maha me­nguasai ke­hi­dupan dan hari akhir dalam ke­hidupan manusia. Agama dan ke­imanan direduksi se­de­mikian ru­pa sehingga seolah secara fung­sional tidak ada hubungan de­­ngan pendidikan dan aneka per­­soalan hidup umat manusia. Aga­­ma dan keimanan nyaris tanpa makna dijauhkan dari aspek-aspek pendidikan, budaya, politik, mau­pun kemasyarakatan, serta wilayah kehidupan baik secara praktis mau­pun teoritis. Hal-hal inilah yang menyebabkan manusia lupa diri, lupa daratan sebagai hamba Tu­han yang menciptakannya. Ra­madan datang sebagai wujud kasih sayang Sang Pencipta, untuk menyadarkan kembali hubungan yang seharusnya antara manusia dan Tuhan.
Bulan Ramadan datang harus kita sambut, dan tunaikan ibadah Ra­madan dengan senang dan riang penuh rasa syukur. Mungkin ini adalah Ramadan terakhir, ka­rena belum tentu Ramadan yang akan datang kita masih ber­umur panjang. Ramadan ta­hun ini mem­­beri kesempatan kita men­ja­lani ujian keimanan se­bagai muslim, sebagai hamba yang rela diatur oleh ketentuan-ke­tentuan Tuhan, rela men­di­sip­linkan diri de­ngan waktu-waktu yang di­anugerahkan dalam ke­hidupan kita, rela untuk me­mak­nai k­e­hi­dupan yang kita miliki agar se­nan­tiasa mem­be­rikan manfaat untuk sesama, me­­mupuk rasa sim­­pati dan em­­pati, serta so­lidaritas ke­ma­nusiaan yang tinggi dengan pe­nuh keikhlasan guna meraih ridho Tuhan. Inilah ujian ke­imanan yang sejatinya adalah per­wujudan kasih sayang Tuhan kepada manusia sebagai hamba-Nya agar naik kelas kembali men­jadi manusia sejati, manusia pari­purna dengan kualitas takwa yang tinggi.
Allah SWT dengan sifat kasih da­n sayang terhadap hamba-Nya, memanggil dan me­me­rin­tah­kan ibadah puasa Ramadan kepada umat manusia dengan gam­baran yang indah sebagai­mana dalam Alquran, Surat Al­ba­qoroh, Ayat 183:
“Wahai orang-orang yang ber­iman, telah Aku wajibkan atas ka­mu sekalian ibadah puasa ra­madan, sebagaimana telah Aku wajibkan kepada umat yang ter­dahulu sebelum kamu, agar kamu sekalian menjadi orang-orang yang bertakwa.”
Akhirnya marilah kita sambut dan isi aktivitas bulan Ramadan de­ngan ibadah-ibadah yang kita laksanakan dengan penuh ke­ikhlasan. Kita harus yakin bahwa tidak satu pun ibadah yang di­wajibkan oleh tuntunan agama Is­lam yang kita anut, melainkan akan menjadi perantara, serta cara untuk menyucikan jiwa ora­ng mukmin serta me­ning­kat­kan derajat ruhani menuju kua­litas ketakwaan, dan akan menuai kebaikan di balik ibadah yang kita jalankan. Sebagaimana janji-Nya dalam Alquran, Surat An-Nahl Ayat 30: “Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini, pas­ti mendapatkan balasan ke­baikan. Dan sesungguhnya kam­pung akhirat adalah jauh le­bih baik dan abadi.”

Dr H Fatah Sulaiman
Sekjen Forum Silaturrahim Pondok Pesantren (FSPP) Banten.

Sumber : radarbanten.com

Comments

Popular posts from this blog

Sevent Segmen Arduino

Salah satu topik yang menarik untuk dibahas untuk malam ini , sambil datangnya waktu shubuh ( pagi ). Banyak sekali project yang dapat dibuat. Beberapa contohnya adalah jam digital dengan seven segment, stopwatch dengan 7 segment atau display jam sholat digita l yah walaupun sudah banyak yang membahasnya. Untuk membuat alat yang saya sebutkan diatas,  perlu memahami dulu bagaimana cara untuk memprogram seven segment menggunakan arduino . Karena dasar dari itu semua adalah menyalakan seven segment sesuai keinginan. Banyak sekali metode yang dapat digunakan untuk memprogram 7 segment. Beda metode beda juga rangkaian yang digunakan. Salah satu metode yang sangat sederhana dan tidak membutuhkan banyak rangkaian adalah metode scanning . Apa itu metode scanning ?? Yuk lanjutkan baca sampai selesai yaa !! metode ini akan saya gunakan untuk matakuliah yang saya akan ajarkan...... Apa Itu Metode Scanning ?? Salah satu metode memprogram seven segment yang banyak digunakan adalah metode

74hc595 Shift Register

IC  74HC595   Arduino. penghematan pin arduino 74HC595  adalah IC ( integrated circuit , sirkuit elektronika terpadu) dari keluarga TTL seri 74 xx yang berfungsi sebagai  Shift Register . Kami menjual IC ini dalam 2 pilihan kemasan / packaging: versi DIP-16 ( Dual In-line Package  16 pin, 4 IC per paket) dan versi SMD ( Surface Mounted Device , 74HC595D, 5 IC per paket). Komponen elektronika ini memiliki register (kumpulan  flip-flop ) sepanjang 8-bit yang menerima masukan secara serial dan keluaran paralel dalam 8-pin keluaran. Data masukan disimpan pada register penyimpanan tipe-D sepanjang satu byte (8 bit D-type  storage register ). Gambar IC  74HC595   Gambar Schematic  74HC595   Di bawah ini adalah contoh rangkaiannya

Masjid Agung Banten

Selain sebagai obyek wisata ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan obyek wisata pendidikan dan sejarah. Dengan mengunjungi masjid ini, wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah kerajaan Islam di Banten pada abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsiteksturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa. Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sultan Gunung Jati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih “suci” sebagai tempat pembangunan Kerajaan Banten. Setelah mendapat perintah ayahnya tersebut, Hasanuddin kemudian shalat dan bermunajat kepada Allah agar diberi petunjuk tentang tanah untuk mendirikan kerajaan. Konon, setelah berdoa, secara spontan air laut yang berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan. Di lokasi itulah kemudian Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung lainnya, seperti masjid, alun-alun, dan pasar. P