AKARTA - Surat balasan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin, menuai kritik dari berbagai kalangan. Menjawab surat Nazaruddin itu, apalagi dengan menggunakan kertas berkop resmi kepresidenan dipandang sebagai tindakan yang tidak tepat.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif mengatakan, langkah Presiden SBY justru membuktikan bahwa dunia perpolitikan di Indonesia semakin diarahkan ke dalam sebuah sandiwara. Di mana permasalahan pribadi dijadikan sebagai permasalahan atau isu publik. “Seharusnya, Presiden SBY, sebagai pemimpin negara tidak perlu menanggapi surat Nazaruddin yang cenderung pribadi dan sentimentil,” ujar Yudi di Gedung DPR, Senin (22/8).
Menurut Yudi, Presiden sudah menjatuhkan martabatnya sebagai pemimpin negara, sebab tidak dapat melakukan perubahan apa-apa. “Tidak sepantasnya Presiden menanggapi surat, salah secara hukum dan ketatanegaraan,” kata penulis buku Negara Paripurna itu.
Dirinya juga menilai surat yang dikirimkan oleh Nazaruddin kepada Presiden SBY justru ingin menunjukkan adanya pengecualian di hadapan hukum. Adapun inti surat Nazaruddin kepada SBY adalah memohon agar anak dan istrinya dilindungi, dan Nazaruddin siap menjadi tumbalnya, dan tidak akan membongkar siapa-siapa saja yang tersangkut dalam kasus tersebut. “Justru itu mencoreng Presiden sendiri. Nazaruddin berusaha untuk mempersuasi SBY. Nazaruddin ingin membuktikan bahwa dirinya cukup dekat dengan SBY,” terang Yudi.
Menurutnya, yang harus dilakukan oleh SBY saat ini adalah memastikan bahwa semua proses hukum dalam kasus tersebut berjalan dengan semestinya, dan menjamin tidak ada intervensi dari mana pun. Dengan membalas surat tersebut, justru menimbulkan tanda tanya pada publik. “Seharusnya membiarkan seperti angin lalu saja. Surat itu tidak seharusnya berbalas pantun dan dirilis ke publik,” kata Yudi. Hal itu justru akan menimbulkan tanda tanya baru.
Sejumlah mitra koalisi Presiden SBY di DPR juga mengkritik secara halus adanya surat balasan itu. Ketua FPKB Marwan Jafar, misalnya, menyebut aksi saling kirim dan balas surat antara Nazaruddin dan SBY sebagai suatu kewajaran. “Ada surat dari anak ke bapak. Nah, bapak yang baik tentu membalas surat anaknya. Jadi, nggak apa-apa dijawab,” sindir Marwan.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Bambang Soesatyo mengatakan, surat balasan kilat dari Presiden SBY kepada Nazaruddin patut dipertanyakan. Menurut dia, dalam dunia mafia, surat berbalas itu menunjukkan indikasi tertentu.
“Itu sinyal masih saling menyayangi. Seiring itu, sekaligus memberi peringatan kepada publik dan penegak hukum, masih ada huhungan istimewa di antara mereka,” kata Bambang. Dengan nada menyindir, Bambang menyebut pemerintah, khususnya Presiden SBY perlu mendapat apresiasi. “Perlu diapresiasi, karena cepat merespons curhatnya Nazaruddin,” kata Bambang.
Secara terpisah, kalangan internal DPP Partai Demokrat ramai-ramai mengajukan pembelaan. Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai, surat SBY kepada Nazaruddin membuktikan bahwa sosok Presiden pun tidak mampu melakukan intervensi proses hukum. “Informasi Presiden sangat jelas dengan bahasa sederhana, bahwa Presiden sekali pun tidak bisa sesuka hati mencampuri hukum,” kata Amir. Menurut dia, SBY juga sengaja secara terbuka menyampaikan kepada publik mengenai balasan suratnya kepada Nazaruddin yang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
SBY, kata Amir, ingin menjelaskan kepada publik melalui suratnya, agar publik memahami apa sebenarnya isi surat Nazaruddin yang multitafsir. “Presiden ingin menjelaskan cara mencerna isi surat Nazaruddin, yang menganggap bahwa Presiden bisa mencampuri proses hukum,” kata Amir.
Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin, juga menyebut surat SBY merupakan penegasan kepada Nazaruddin untuk menghormati proses hukum. Setiap warga negara setara kedudukannya di mata hukum. “Jadi tidak ada yang perlu dikasihani,” kata Didi.
Oleh karena itu, Nazaruddin cukup menjalani semua proses hukum yang ada. Pernyataan-pernyataan ataupun kesaksian Nazaruddin sebaiknya dibuka saja kepada penegak hukum. “Biar itu semua diuji di depan KPK,” tandasnya.
Nazaruddin Sempat Tolak Komite Etik
Sementara itu, merasa diperhatikan Presiden SBY, sepertinya membuat Nazaruddin ngelunjak. Setelah surat permohonannya dibalas SBY, Senin (22/8), dia sempat menolak untuk memenuhi panggilan Komisi Etik KPK. Dia hanya mau diperiksa kalau permintaannya pindah dari Rutan Mako Brimob ke Lapasa Cipinang dikabulkan.
Gara-gara permintaannya itu, pemeriksaan oleh Komite Etik yang sejatinya digelar pukul 10.00 pun batal. Saat itu, kepada wartawan, pengacara mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat (PD) itu, Dea Tunggadewi, mengatakan, kliennya memang ogah datang ke KPK. “Dia tidak mau memberikan keterangan apa pun,” ujarnya.
Dea menjelaskan, sikap Nazaruddin akan berubah jika KPK mau memindahkannya dari Rutan Mako Brimob ke Lapas Cipinang. Selama permintaan tersebut dicuekin KPK, selama itu pula Nazaruddin akan bungkam. “Sekarang posisinya Nazaruddin masih di Rutan,” imbuhnya.
Terkait permintaan Nazaruddin, menurut Dea, tidak ada salahnya jika KPK memenuhi permintaan bos PT Permai Group itu. Permintaan itu juga dinilai wajar karena dia tidak meminta dipindahkan ke rumah. Dea ngotot memperjuangkan permintaan Nazaruddin karena kliennya memang merasa tidak aman di Rutan tersebut.
Dea mengatakan, intimidasi yang didapatkan selama di Rutan tidak mengada-ada. Dia lantas mengutip hasil pemeriksaan dokter yang membenarkan jika pria kelahiran Simalungun, Sumatera Utara, itu, mengalamai tekanan berat. “Karena itu, apa salahnya KPK memindahkan dia ke Lapas Cipinang atau Lapas Tangerang,” urainya.
Apa sikap berani itu terkait dibalasnya surat Nazaruddin oleh SBY? Dea tidak menjawab dengan detil. Dea hanya mengatakan jika Nazaruddin sudah membaca sendiri surat tersebut. Namun, hingga wawancara berlangsung, Dea mengaku, Nazaruddin belum memberikan komentar terkait surat balasan itu.
Entah apa yang memengaruhi Nazaruddin, pukul 15.30 WIB tiba-tiba Nazaruddin datang ke KPK. Dia datang mengenakan kemeja lengan panjang. Berbeda dengan sebelumnya yang tangannya selalu diborgol, kali ini tangan Nazaruddin bebas dari belenggu besi bulat itu.
Namun, penampilan tidak berubah. Nazaruddin tetap datang dengan lemas dan selalu menundukkan kepala. Berbagai pertanyaan media dia abaikan. Sembari berjalan, dia hanya mengucapkan lima kata. “Pimpinan KPK itu merasa dirinya dewa,” katanya sambil lalu.
Entah apa maksud perkataan itu. Namun, bisa jadi ungkapan itu menunjukkan kekesalannya kepada para pimpinan KPK yang selama ini dia sebut tidak bersih. Karena hingga saat ini, Komite Etik KPK seperti menganggap “nyanyian” Nazaruddin sebagai angin lalu, karena tidak berujung pada penetapan tersangka.
Anehnya, kedatangan Nazaruddin ke KPK ternyata tidak diketahui para kuasa hukumnya. Dea Tunggadewi mengaku heran atas perubahan sikap kliennya yang mau memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. “Saya tidak tahu kenapa bisa datang,” katanya di kantor KPK.
Dea sendiri datang beberapa menit setelah Nazaruddin datang ke KPK bersama Afrian Bondjol. Dea datang ke sana setelah mendapat informasi jika kliennya bersedia memenuhi panggilan Komite Etik.
Namun, sikap Nazaruddin tidak berhenti sampai di situ. Setelah diperiksa selama tiga jam, Nazaruddin mengaku tidak memberikan keterangan apa pun. Kepada media dia tetap mempertahankan permintaannya, yakni baru bersedia berbicara kalau sudah dipindahkan dari Rutan Brimob.
Kepada media, dia meminta agar kasusnya disidik secara adil oleh KPK. Dia menyentil kalau KPK tidak bisa adil, lebih baik kasusnya ditangani oleh penegak hukum lain. Itu dikarenakan Nazaruddin menilai pimpinan KPK tidak bisa dipercaya lagi. “Saya minta diperiksa di tempat lain saja,” tegasnya.
Tidak hanya itu, dia juga masih menyuarakan permintaannya agar istrinya yang sudah masuk Interpol untuk dikawal dengan baik oleh masyarakat. Dia meminta agar pemeriksaan terhadap istrinya dilakukan secara transparan. Permintaan itu muncul karena Nazaruddin tetap bersikukuh kalau istrinya tidak bersalah. “Istri saya tidak terlibat,” ungkapnya.
Secara terpisah, ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), ketua KPK Busyro Muqaddas juga tampak cuek dengan permintaan Nazaruddin. Begitu juga dugaan sifat itu muncul setelah Nazaruddin menerima balasan surat dari Presiden SBY. “Saya tidak mau komentar itu. Surat itu antara Nazaruddin dan Presiden,” tuturnya.
Gagal memeriksa Nazaruddin, Komite Etik tidak lantas menganggur. Komite pimpinan Abdullah Hehamahua itu lantas memeriksa Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa. Dia diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik dua pemimpin KPK, yakni Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan M Jasin.
Dipanggilnya Saan menambah panjang daftar kader Partai Demokrat yang diperiksa Komite Etik. Sebelumnya, Abdullah Hehamahua cs telah memeriksa Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan Benny K Harman.
Usai diperiksa, Saan Mustopa membenarkan adanya pertemuan antara Deputi Penindakan KPK Ade Raharja dengan Nazaruddin pada 2010 lalu. Saat itu ada dua kali pertemuan di restoran di sekitar Cassablanca Jakarta Selatan. Dengan lugas dia juga mengaku sudah cukup lama mengenal Ade Raharja. (jpnn/alt/ndu)
Sumber : radarbanten.com
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif mengatakan, langkah Presiden SBY justru membuktikan bahwa dunia perpolitikan di Indonesia semakin diarahkan ke dalam sebuah sandiwara. Di mana permasalahan pribadi dijadikan sebagai permasalahan atau isu publik. “Seharusnya, Presiden SBY, sebagai pemimpin negara tidak perlu menanggapi surat Nazaruddin yang cenderung pribadi dan sentimentil,” ujar Yudi di Gedung DPR, Senin (22/8).
Menurut Yudi, Presiden sudah menjatuhkan martabatnya sebagai pemimpin negara, sebab tidak dapat melakukan perubahan apa-apa. “Tidak sepantasnya Presiden menanggapi surat, salah secara hukum dan ketatanegaraan,” kata penulis buku Negara Paripurna itu.
Dirinya juga menilai surat yang dikirimkan oleh Nazaruddin kepada Presiden SBY justru ingin menunjukkan adanya pengecualian di hadapan hukum. Adapun inti surat Nazaruddin kepada SBY adalah memohon agar anak dan istrinya dilindungi, dan Nazaruddin siap menjadi tumbalnya, dan tidak akan membongkar siapa-siapa saja yang tersangkut dalam kasus tersebut. “Justru itu mencoreng Presiden sendiri. Nazaruddin berusaha untuk mempersuasi SBY. Nazaruddin ingin membuktikan bahwa dirinya cukup dekat dengan SBY,” terang Yudi.
Menurutnya, yang harus dilakukan oleh SBY saat ini adalah memastikan bahwa semua proses hukum dalam kasus tersebut berjalan dengan semestinya, dan menjamin tidak ada intervensi dari mana pun. Dengan membalas surat tersebut, justru menimbulkan tanda tanya pada publik. “Seharusnya membiarkan seperti angin lalu saja. Surat itu tidak seharusnya berbalas pantun dan dirilis ke publik,” kata Yudi. Hal itu justru akan menimbulkan tanda tanya baru.
Sejumlah mitra koalisi Presiden SBY di DPR juga mengkritik secara halus adanya surat balasan itu. Ketua FPKB Marwan Jafar, misalnya, menyebut aksi saling kirim dan balas surat antara Nazaruddin dan SBY sebagai suatu kewajaran. “Ada surat dari anak ke bapak. Nah, bapak yang baik tentu membalas surat anaknya. Jadi, nggak apa-apa dijawab,” sindir Marwan.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Bambang Soesatyo mengatakan, surat balasan kilat dari Presiden SBY kepada Nazaruddin patut dipertanyakan. Menurut dia, dalam dunia mafia, surat berbalas itu menunjukkan indikasi tertentu.
“Itu sinyal masih saling menyayangi. Seiring itu, sekaligus memberi peringatan kepada publik dan penegak hukum, masih ada huhungan istimewa di antara mereka,” kata Bambang. Dengan nada menyindir, Bambang menyebut pemerintah, khususnya Presiden SBY perlu mendapat apresiasi. “Perlu diapresiasi, karena cepat merespons curhatnya Nazaruddin,” kata Bambang.
Secara terpisah, kalangan internal DPP Partai Demokrat ramai-ramai mengajukan pembelaan. Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai, surat SBY kepada Nazaruddin membuktikan bahwa sosok Presiden pun tidak mampu melakukan intervensi proses hukum. “Informasi Presiden sangat jelas dengan bahasa sederhana, bahwa Presiden sekali pun tidak bisa sesuka hati mencampuri hukum,” kata Amir. Menurut dia, SBY juga sengaja secara terbuka menyampaikan kepada publik mengenai balasan suratnya kepada Nazaruddin yang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
SBY, kata Amir, ingin menjelaskan kepada publik melalui suratnya, agar publik memahami apa sebenarnya isi surat Nazaruddin yang multitafsir. “Presiden ingin menjelaskan cara mencerna isi surat Nazaruddin, yang menganggap bahwa Presiden bisa mencampuri proses hukum,” kata Amir.
Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin, juga menyebut surat SBY merupakan penegasan kepada Nazaruddin untuk menghormati proses hukum. Setiap warga negara setara kedudukannya di mata hukum. “Jadi tidak ada yang perlu dikasihani,” kata Didi.
Oleh karena itu, Nazaruddin cukup menjalani semua proses hukum yang ada. Pernyataan-pernyataan ataupun kesaksian Nazaruddin sebaiknya dibuka saja kepada penegak hukum. “Biar itu semua diuji di depan KPK,” tandasnya.
Nazaruddin Sempat Tolak Komite Etik
Sementara itu, merasa diperhatikan Presiden SBY, sepertinya membuat Nazaruddin ngelunjak. Setelah surat permohonannya dibalas SBY, Senin (22/8), dia sempat menolak untuk memenuhi panggilan Komisi Etik KPK. Dia hanya mau diperiksa kalau permintaannya pindah dari Rutan Mako Brimob ke Lapasa Cipinang dikabulkan.
Gara-gara permintaannya itu, pemeriksaan oleh Komite Etik yang sejatinya digelar pukul 10.00 pun batal. Saat itu, kepada wartawan, pengacara mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat (PD) itu, Dea Tunggadewi, mengatakan, kliennya memang ogah datang ke KPK. “Dia tidak mau memberikan keterangan apa pun,” ujarnya.
Dea menjelaskan, sikap Nazaruddin akan berubah jika KPK mau memindahkannya dari Rutan Mako Brimob ke Lapas Cipinang. Selama permintaan tersebut dicuekin KPK, selama itu pula Nazaruddin akan bungkam. “Sekarang posisinya Nazaruddin masih di Rutan,” imbuhnya.
Terkait permintaan Nazaruddin, menurut Dea, tidak ada salahnya jika KPK memenuhi permintaan bos PT Permai Group itu. Permintaan itu juga dinilai wajar karena dia tidak meminta dipindahkan ke rumah. Dea ngotot memperjuangkan permintaan Nazaruddin karena kliennya memang merasa tidak aman di Rutan tersebut.
Dea mengatakan, intimidasi yang didapatkan selama di Rutan tidak mengada-ada. Dia lantas mengutip hasil pemeriksaan dokter yang membenarkan jika pria kelahiran Simalungun, Sumatera Utara, itu, mengalamai tekanan berat. “Karena itu, apa salahnya KPK memindahkan dia ke Lapas Cipinang atau Lapas Tangerang,” urainya.
Apa sikap berani itu terkait dibalasnya surat Nazaruddin oleh SBY? Dea tidak menjawab dengan detil. Dea hanya mengatakan jika Nazaruddin sudah membaca sendiri surat tersebut. Namun, hingga wawancara berlangsung, Dea mengaku, Nazaruddin belum memberikan komentar terkait surat balasan itu.
Entah apa yang memengaruhi Nazaruddin, pukul 15.30 WIB tiba-tiba Nazaruddin datang ke KPK. Dia datang mengenakan kemeja lengan panjang. Berbeda dengan sebelumnya yang tangannya selalu diborgol, kali ini tangan Nazaruddin bebas dari belenggu besi bulat itu.
Namun, penampilan tidak berubah. Nazaruddin tetap datang dengan lemas dan selalu menundukkan kepala. Berbagai pertanyaan media dia abaikan. Sembari berjalan, dia hanya mengucapkan lima kata. “Pimpinan KPK itu merasa dirinya dewa,” katanya sambil lalu.
Entah apa maksud perkataan itu. Namun, bisa jadi ungkapan itu menunjukkan kekesalannya kepada para pimpinan KPK yang selama ini dia sebut tidak bersih. Karena hingga saat ini, Komite Etik KPK seperti menganggap “nyanyian” Nazaruddin sebagai angin lalu, karena tidak berujung pada penetapan tersangka.
Anehnya, kedatangan Nazaruddin ke KPK ternyata tidak diketahui para kuasa hukumnya. Dea Tunggadewi mengaku heran atas perubahan sikap kliennya yang mau memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. “Saya tidak tahu kenapa bisa datang,” katanya di kantor KPK.
Dea sendiri datang beberapa menit setelah Nazaruddin datang ke KPK bersama Afrian Bondjol. Dea datang ke sana setelah mendapat informasi jika kliennya bersedia memenuhi panggilan Komite Etik.
Namun, sikap Nazaruddin tidak berhenti sampai di situ. Setelah diperiksa selama tiga jam, Nazaruddin mengaku tidak memberikan keterangan apa pun. Kepada media dia tetap mempertahankan permintaannya, yakni baru bersedia berbicara kalau sudah dipindahkan dari Rutan Brimob.
Kepada media, dia meminta agar kasusnya disidik secara adil oleh KPK. Dia menyentil kalau KPK tidak bisa adil, lebih baik kasusnya ditangani oleh penegak hukum lain. Itu dikarenakan Nazaruddin menilai pimpinan KPK tidak bisa dipercaya lagi. “Saya minta diperiksa di tempat lain saja,” tegasnya.
Tidak hanya itu, dia juga masih menyuarakan permintaannya agar istrinya yang sudah masuk Interpol untuk dikawal dengan baik oleh masyarakat. Dia meminta agar pemeriksaan terhadap istrinya dilakukan secara transparan. Permintaan itu muncul karena Nazaruddin tetap bersikukuh kalau istrinya tidak bersalah. “Istri saya tidak terlibat,” ungkapnya.
Secara terpisah, ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), ketua KPK Busyro Muqaddas juga tampak cuek dengan permintaan Nazaruddin. Begitu juga dugaan sifat itu muncul setelah Nazaruddin menerima balasan surat dari Presiden SBY. “Saya tidak mau komentar itu. Surat itu antara Nazaruddin dan Presiden,” tuturnya.
Gagal memeriksa Nazaruddin, Komite Etik tidak lantas menganggur. Komite pimpinan Abdullah Hehamahua itu lantas memeriksa Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa. Dia diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik dua pemimpin KPK, yakni Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan M Jasin.
Dipanggilnya Saan menambah panjang daftar kader Partai Demokrat yang diperiksa Komite Etik. Sebelumnya, Abdullah Hehamahua cs telah memeriksa Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan Benny K Harman.
Usai diperiksa, Saan Mustopa membenarkan adanya pertemuan antara Deputi Penindakan KPK Ade Raharja dengan Nazaruddin pada 2010 lalu. Saat itu ada dua kali pertemuan di restoran di sekitar Cassablanca Jakarta Selatan. Dengan lugas dia juga mengaku sudah cukup lama mengenal Ade Raharja. (jpnn/alt/ndu)
Sumber : radarbanten.com
Comments
Post a Comment
Terimakasih Anda Sudah Mengunjungi Dan Semoga Blog Ini Bermanfaat