Etika dan Pertumbuhan Spiritual
Oleh, Ihya Dinul Alas
“Segala puji Allah bagi Tuhan semesta alam yang mengusai seisinya baik yang di langit maupun yang dibumi”
Begitulah arti dari dari ayat yang pertama dari surat Al-fatihah sebagai surat pembuka atau sering disebut juga ibunya Surat dalam Al-quran. Dari satu ayat itu maka akan kita dapat tafsirkan di dalam suatu pujian itu setidak-tidaknya terdapat beberapa penafsiran, yang pertama yang jelas adalah masalah ketauhidan yaitu tidak lain tidak bukan adalah puji-pujian terhadap tuhan, yang kedua adalah pujian terhadap Al-kitab yang dibawa oleh para rosul sebagai manusia pilihannya, dan yang ketiga adalah puji-pujian terhadap ciptaan-Nya.
Dalam hal ini penulis akan menitik beratkan kepada masalah ciptaan-Nya. Sudah barang tentu bahwa di dunia ini nampak dengan jelas bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki apa yang dinamakan berpasang-pasangan seperti pergantian siang dan malam, hidup dan mati, untung dan rugi, dan yang lebigh penting lagi yaitu sebagai khalifah di dunia yaitu manusia, ada perempuan dan laki-laki dan masih banyak lagi yang tidak mungkin saya tuliskan dalam tulisan ini. Kalau pun saya kaitkan dengan masalah kepenulisan maka ada pengarang ( penghasil karya ) dengan pembaca.
Sudah barang tentu orang yang mencipta sebuah karya baik puisi, prosa, novel, dan drama adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan lebih peka terhadap gejala yang dirasakan dan dilihatnya, baik secara ragawi atau secara naluriah. Melalui kepekaan rasa emosi yang diatur secara intelektual. Akal penyair dan ruhani penyair memberikan suatu kedalaman, kekuatan dan kecepatan yang sedemikian rupa kepada gerakannya, sehingga tidak ada batas waktu atasnya kecuali kekekalan itu sendiri. Maka jelaslah sudah orang – orang tersebut berbeda dengan manusia yang lainnya. Memang pada kenyatannya bahwa manusia yang dilahirkan didunia ini, dalam lingkungan individual atau social apa pun, menginginkan kesempurnaannya sendiri sesuai dengan watak dan bawaannya.
Mungkin kebanyakan orang mengamati seorang penyair itu selalu merasa ingin tahu atau suka ikut campur dalam urusan orang lain, selalu nguping, dan tukang intip. Lantas apakah penyair itu di cap tidak baik ? saya kira anggapan itu terjadi dalam satu sudut pandang saja. Jawaban saya sangat sederhana sekali, kalau untuk masalah kemashalatan orang banyak dan pada jalan yang benar itu dianggap baik bahkan terpuji.
Bagi seorang penyair akan menaggung segala macam penderitaan dan kesukaran demi sebuah harapan akan masa depan yang cerah. Titik tolaknya adalah kekurangan, dan gerakannya kepada kesempurnaan. Pada dasarnya manuisa itu adalah ingin bebas tidak mau terkekang oleh aturan-aturan tapi tidak (se) (bebas) sekarep dewek.
Banyak orang yang beranggapan kita hidup ini hanya sekali dan selebihnya adalah mati. mungkin dari pendapat itu adalah menjadi benar kalau mengacu pada sebuah kebendaan artinya di dunia ini. jelas - jelas dalam kitab agama disebutkan bahwa kehidupan itu akan hidup dalam artian yang pertama ada alam arwah ( ruh ) sebelum manusia ditiupkan kedalam tubuh perempuan, kedua alam kandungan yang dimana kita mengadakan perjanjian mengenai tiga hal antara lain hidup, mati, dan jodoh, ketiga alam dunia yang dimana kita tinggali saat ini, keempat adalah alam kubur dimana semua gerakan kita pertanggungjawabkan selama di alam dunia, kelima adalah alam mahsyar setiap ruh digirng untung di hisab.
Oleh, Ihya Dinul Alas
“Segala puji Allah bagi Tuhan semesta alam yang mengusai seisinya baik yang di langit maupun yang dibumi”
Begitulah arti dari dari ayat yang pertama dari surat Al-fatihah sebagai surat pembuka atau sering disebut juga ibunya Surat dalam Al-quran. Dari satu ayat itu maka akan kita dapat tafsirkan di dalam suatu pujian itu setidak-tidaknya terdapat beberapa penafsiran, yang pertama yang jelas adalah masalah ketauhidan yaitu tidak lain tidak bukan adalah puji-pujian terhadap tuhan, yang kedua adalah pujian terhadap Al-kitab yang dibawa oleh para rosul sebagai manusia pilihannya, dan yang ketiga adalah puji-pujian terhadap ciptaan-Nya.
Dalam hal ini penulis akan menitik beratkan kepada masalah ciptaan-Nya. Sudah barang tentu bahwa di dunia ini nampak dengan jelas bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki apa yang dinamakan berpasang-pasangan seperti pergantian siang dan malam, hidup dan mati, untung dan rugi, dan yang lebigh penting lagi yaitu sebagai khalifah di dunia yaitu manusia, ada perempuan dan laki-laki dan masih banyak lagi yang tidak mungkin saya tuliskan dalam tulisan ini. Kalau pun saya kaitkan dengan masalah kepenulisan maka ada pengarang ( penghasil karya ) dengan pembaca.
Sudah barang tentu orang yang mencipta sebuah karya baik puisi, prosa, novel, dan drama adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan lebih peka terhadap gejala yang dirasakan dan dilihatnya, baik secara ragawi atau secara naluriah. Melalui kepekaan rasa emosi yang diatur secara intelektual. Akal penyair dan ruhani penyair memberikan suatu kedalaman, kekuatan dan kecepatan yang sedemikian rupa kepada gerakannya, sehingga tidak ada batas waktu atasnya kecuali kekekalan itu sendiri. Maka jelaslah sudah orang – orang tersebut berbeda dengan manusia yang lainnya. Memang pada kenyatannya bahwa manusia yang dilahirkan didunia ini, dalam lingkungan individual atau social apa pun, menginginkan kesempurnaannya sendiri sesuai dengan watak dan bawaannya.
Mungkin kebanyakan orang mengamati seorang penyair itu selalu merasa ingin tahu atau suka ikut campur dalam urusan orang lain, selalu nguping, dan tukang intip. Lantas apakah penyair itu di cap tidak baik ? saya kira anggapan itu terjadi dalam satu sudut pandang saja. Jawaban saya sangat sederhana sekali, kalau untuk masalah kemashalatan orang banyak dan pada jalan yang benar itu dianggap baik bahkan terpuji.
Bagi seorang penyair akan menaggung segala macam penderitaan dan kesukaran demi sebuah harapan akan masa depan yang cerah. Titik tolaknya adalah kekurangan, dan gerakannya kepada kesempurnaan. Pada dasarnya manuisa itu adalah ingin bebas tidak mau terkekang oleh aturan-aturan tapi tidak (se) (bebas) sekarep dewek.
Banyak orang yang beranggapan kita hidup ini hanya sekali dan selebihnya adalah mati. mungkin dari pendapat itu adalah menjadi benar kalau mengacu pada sebuah kebendaan artinya di dunia ini. jelas - jelas dalam kitab agama disebutkan bahwa kehidupan itu akan hidup dalam artian yang pertama ada alam arwah ( ruh ) sebelum manusia ditiupkan kedalam tubuh perempuan, kedua alam kandungan yang dimana kita mengadakan perjanjian mengenai tiga hal antara lain hidup, mati, dan jodoh, ketiga alam dunia yang dimana kita tinggali saat ini, keempat adalah alam kubur dimana semua gerakan kita pertanggungjawabkan selama di alam dunia, kelima adalah alam mahsyar setiap ruh digirng untung di hisab.
Comments
Post a Comment
Terimakasih Anda Sudah Mengunjungi Dan Semoga Blog Ini Bermanfaat